Energi Kolektif
Hi folks, di masa pandemi
ini kita pasti banyak ngerasain bosen bahkan sampe stress, tapi pernah gak sih
kepikiran kalo mungkin dengan adanya pandemi ini kita bisa istirahat, dan kita
juga bisa kasih waktu ke bumi untuk istirahat? Pernah gak sih kalian berpikir
kalo bumi itu kayanya udah capek sama perilaku manusia? Dengan banyaknya
bencana alam yang udah terjadi selama awal tahun aja bukannya itu udah nampak
jelas ya kalo bumi udah lelah?
Tahun 2020 kemarin
merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah loh, bayangin aja asalnya tuh butuh
satu abad untuk kenaikan suhu sebesar 1 derajat celcius, tapi sekarang hanya
dalam 30 tahun aja bumi bisa menghangat. Permukaan air laut naik karena es
mencair di Greenland dan Antartika, jelas ini adalah percepatan pemanasan
global. Katanya sih dengan adanya pandemi ini emisi karbon menurun 4,2-7,5%,
tapi itu gak berdampak signifikan karena si CO2 ini udah berada di atmosfer
selama berabad-abad. Semua bencana, peristiwa alam yang terjadi baru-baru ini
gak lain dan gak bukan disebabkan oleh perilaku manusia, makhluk yang memiliki
akal, berambisi, punya ego, serakah yang gak henti-hentinya melakukan
deforestasi, eksploitasi lahan dan hewan gila-gilaan, konsumtif dan gak pernah
merasa cukup.
Aku yakin, aku, kamu,
kita semua tau bahwa apa yang udah kita lakukan itu berdampak buruk bagi
makhluk hidup lain yang ada di bumi ini. Kepunahan bagi sebagian besar makhluk
hidup udah di depan mata banget, padahal kita hidup itu saling membutuhkan.
Tubuh kita ini dibentuk dari apa yang kita makan dari bumi, kalo gak ada
self-awareness untuk menghentikan kerusakan alam atau setidaknya
memperlambatnya, mau jadi apa masa depan kita? Akan bagaimana masa depan kita
dan anak cucu kita?
Energi kolektif sangat
dibutuhkan dalam hal ini karena kita gak bisa jalan sendiri, bumi ini kita
semua yang tempatin, kita semua pula yang harus menjaganya, bukan begitu? Ada
banyak hal yang dapat merusak bumi, ada banyak hal pula yang dapat
memperbaikinya, dan menjaganya. Belakangan ini beberapa kota di Indonesia melarang
penggunaan kantong plastik sekali pakai karena dampak buruknya udah terasa
nyata. Plastik udah ditemukan di palung mariana, plastik udah terakumulasi
dalam ikan yang kita makan, bahkan penelitian terbaru menemukan plastik dalam
plasenta ibu hamil. Kesadaran terhadap bahayanya penggunaan plastik udah
dimulai sejak tahun 2000an, lalu apakah aku udah menjalani hidup plastic free?
Belum.
Dalam keseharian, aku
masih produksi sampah plastik, masih pakai alat makan plastik, aneka tempat
kosmetik / skin care plastik, dan lainnya. Saat ini upaya aku masih belum
sempurna dalam mengurangi sampah plastik, tapi aku berharap bisa lebih baik
dari hari ke hari. Gak apa-apa belum bisa
sempurna asalkan dilakukan sama-sama, kesadaran kolektif. Pake kantong
belanja kain, sedotan stainless, menstrual cup, reusable pads, clodi, reusable
tumbler, reusable mask, etc bisa kita amalkan di kehidupan saat ini, gak perlu
sekaligus, satu-satu, bahkan dengan kita mengurangi jajan snack kemasan plastik
aja kita udah berkontribusi mengurangi sampah plastik, sesimpel itu.
Saat ini tren fashion
juga semakin berkembang, lebih lagi dengan munculnya influencer yang akan
memudahkan kita mengetahui outfit/makeup/skin care apa yang sedang tren saat
ini. Platform e-commerce yang penawarannya semakin hari semakin menggiurkan pun
udah banyak banget dan bisa menjangkau banyak kalangan. Dengan hidup di zaman
yang serba mudah ini kita bisa dapetin apa aja yang kita mau, tapi apakah kita
bener-bener butuh itu? Apakah benda itu akan awet digunakan? Apakah benda itu
akan sangat berguna untuk kelangsungan hidup kita? Bukannya mau mematikan
rezeki influencer atau orang-orang yang nyari nafkah lewat e-commerce, tapi
semuanya balik lagi ke diri kita sendiri, belanja
dengan bijak. Kalo dirasa pakaian kalian masih layak pakai, jangan dulu
beli baru. Kalo bosen gimana? Bisa thrifthing, atau trade in ko, tapi ya lebih
baik merasa cukup dengan apa yang udah kita punya sih, hehe. Kalian tau ga?
Satu buah celana jeans yang kita punya tuh butuh 6500 liter air untuk
membuatnya, kaos katun 2700 liter air, sedangkan tubuh kita hanya butuh 600
liter aja untuk diminum pertahun. Air bukanlah sesuatu yang selalu ada,
ketersediaan air bersih di bumi hanya 2,5%, sementara sekarang pencemaran air
udah dimana-mana, krisis air bersih juga banyak terjadi di berbagai belahan
dunia.
Kalian yang suka
berdandan pasti banyak banget dong koleksinya? Nah kalo bisa pakai produk yang
kalian punya sampai bener-bener habis, begitupun dengan skin/body care kalian,
pakai sampai habis. Karena dengan kita memakai produk yang kita punya sampai
habis, kita akan memperlambat produksi sampah, hmm lagi-lagi harus dilakukan
sama-sama kan. Bagi kalian yang udah beralih ke produk yang ramah lingkungan,
congratulation!! Bagi yang belum ya gak apa-apa, kita masih bisa kontribusi
dengan cara lain. Oh iya, kalo kalian mau, kalian bisa kumpulin bekas kemasan
skin care kalian dan dikirim ke waste4change, coba deh cek instagramnya, di
sana bisa bantuin kita kelola sampah tersebut.
Habiskan makananmu! Ya,
dengan kita makan secukupnya, dan tidak menyisakannya, bisa banget untuk
mencegah food waste. Makanan yang kita makan memerlukan proses untuk akhirnya
bisa sampai di meja makan kita. Air, gas, transportasi, belum bahan makanannya
itu sendiri, semua itu dibutuhkan untuk membuat sebuah hidangan. Kalo kita
buang-buang makanan kita, ya berarti kita menyia-nyiakan pula banyak hal,
padahal di luar sana masih ada yang kelaparan, masih ada yang kekurangan air
bersih. Food waste juga akan menghasilkan gas metana saat mengalami pembusukan.
Gas metana ini merupakan gas efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
“Hmm tapi kan aku cuma nyisain dikit, soalnya udah kenyang” iya sih disisain
dikit, tapi kalo yang nyisainnya ada 10 orang, ada berapa banyak food waste
yang dihasilkan? Lagi-lagi perlu
kesadaran bersama.
Di masa pandemi ini
penggunaan alat elektronik meningkat karena harus belajar virtual, meeting
virtual, dan lain sebagainya. Mungkin sebagian dari kalian udah tau kalo
penggunaan alat elektronik ini meninggalkan jejak karbon, apalagi sekarang
hampir seluruh lapisan masyarakat punya smartphone. Persaingan merek-merek
gawai yang menawarkan fitur canggih mendorong banyak manusia untuk
berlomba-lomba agar bisa memilikinya. Hmmm, lagi-lagi tren masa kini, lagi-lagi
gengsi, dannnn lagi-lagi sampah, iya sampah elektronik. Tapi ya lagi-lagi hidup
itu pilihan.
Jujur sebenernya aku
mikir-mikir untuk post tulisan ini di blog aku, karena aku masih ngerasa belum
punya kontribusi yang baik untuk selamatin bumi. Aku masih jajan minuman
kemasan, masih tergiur sama diskonan, masih beli barang yang sebenernya gak
perlu banget. Tapi yaudah mulai aja dulu gak siii. Gak apa-apa dilakukan dulu imperfectly, asalkan kita lakuinnya
bersama-sama, energi kolektif. Aku harap sekecil apapun usaha kita untuk
selamatkan bumi, akan kasih dampak baik buat masa depan bumi, karena kita ngelakuin
ini sama-sama, atas kesadaran diri sendiri. Aku harap, aku, kamu, kita semua
bisa lebih peduli sama tempat yang kita tinggali ini, Bumi.
Semua
yang aku tulis ini, mostly terinspirasi dari film dokumenter “Diam dan
Dengarkan” by Anatman Pictures.
Comments
Post a Comment